Ticker

8/recent/ticker-posts

Ads

Anggota DPRD Lebak PPP Diduga Terlibat di Proyek Jalan Nasional Simpang–Bayah



LEBAK - Proyek preservasi jalan nasional Simpang–Bayah di Kabupaten Lebak dengan nilai lebih dari Rp54 miliar dari APBN 2025 justru memunculkan dugaan penyimpangan dalam tata kelola pengadaan pemerintah. PT Tureloto Battu Indah (TBI), perusahaan yang pernah dua kali masuk daftar hitam (blacklist) LKPP, kembali ditetapkan sebagai pemenang tender. Situasi ini menimbulkan pertanyaan serius: bagaimana mungkin perusahaan bermasalah bisa tetap lolos dalam proses seleksi?

 

Rekam jejak menunjukkan, sejak 2019 hingga 2025, PT TBI telah mengantongi 12 paket proyek Kementerian PUPR dengan nilai total mencapai sekitar Rp713 miliar. Fakta ini memperlihatkan bahwa sanksi blacklist tidak berjalan efektif, karena perusahaan yang sudah bermasalah tetap mendapatkan akses terhadap proyek berskala besar.

 

Masalah semakin mencuat ketika proyek Simpang–Bayah diduga dialihkan kepada Regen Abdul Aris, kontraktor lokal sekaligus anggota DPRD Lebak dari Fraksi PPP. Hal ini memunculkan konflik kepentingan yang serius: seorang wakil rakyat, yang seharusnya menjalankan fungsi pengawasan terhadap penggunaan anggaran negara, justru diduga ikut berperan sebagai pelaksana proyek. Kondisi ini jelas mengaburkan peran pengawas dan pelaku, serta membuka ruang bagi penyalahgunaan kewenangan.

 

Praktik semacam ini menyerupai pola “percaloan proyek terselubung”: perusahaan bermasalah ditetapkan sebagai pemenang formal di atas kertas, lalu pengerjaan proyek dialihkan kepada pihak yang memiliki posisi politik. Alhasil, proyek infrastruktur publik tidak lagi murni untuk kepentingan rakyat, melainkan berubah menjadi sarana memperkuat jaringan kekuasaan dan keuntungan pribadi.

 

Jika tuduhan tersebut benar adanya, Regen Abdul Aris tidak hanya menyalahi amanah sebagai wakil rakyat, tetapi juga merusak prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang bersih. Oleh karena itu, aparat penegak hukum mulai dari Polri, Kejaksaan, hingga KPK, perlu segera menelusuri dugaan keterlibatan politisi dalam proyek ini. Publik berhak memastikan bahwa dana APBN Rp54 miliar benar-benar dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk kepentingan segelintir elit.

 

Jalan nasional adalah milik rakyat, bukan alat eksploitasi politisi. Membiarkan praktik semacam ini sama saja dengan merusak bukan hanya infrastruktur jalan, tetapi juga fondasi demokrasi di negeri ini.