Ticker

8/recent/ticker-posts

Ads

Evakuasi Keledai dari Gaza oleh LSM ‘Israel’ Tuai Kecaman di Tengah Krisis Kemanusiaan



GAZA – Tindakan kontroversial dari sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) asal ‘Israel’ menuai kecaman global setelah menggunakan Bandara Liège di Belgia sebagai titik transit dalam proses pemindahan puluhan keledai dari Jalur Gaza ke suaka hewan di Prancis, di tengah kondisi kelaparan massal dan krisis kemanusiaan akut yang melanda warga Palestina.

LSM bernama Starting Over Sanctuary memimpin operasi ini, yang menuai protes keras dari kelompok pro-Palestina karena dianggap lebih mementingkan keselamatan hewan dibanding kebutuhan hidup mendesak rakyat Gaza. Meski pihak LSM menyebut aksinya sebagai bentuk kepedulian terhadap makhluk hidup, para pengkritik menilai langkah tersebut sarat kepentingan politik dan tidak memiliki sensitivitas etis mengingat penderitaan manusia yang sedang berlangsung.

Media di Belgia melaporkan bahwa operasi ini telah berlangsung hingga 10 kali penerbangan per akhir Juli, mengangkut sekitar 50 ekor keledai melalui Bandara Liège ke Prancis selatan. Foto dan video yang dirilis organisasi menunjukkan logo Bandara Liège secara jelas. Juru bicara bandara, Christian Delcourt, mengonfirmasi penerbangan itu dan menyatakan bahwa pihaknya hanya menyediakan fasilitas logistik. Ia juga menyebut bahwa sebagian besar keledai tiba dalam kondisi fisik yang buruk dan hanya berada di lokasi kurang dari 24 jam. Meskipun Liège dikenal sebagai pusat pengiriman hewan hidup, terutama kuda, pengangkutan keledai masih tergolong jarang.

Pemimpin Starting Over Sanctuary, Sharon Cohen, menyatakan bahwa organisasinya tidak berpihak secara politik dan bergerak berdasarkan nilai-nilai kasih sayang serta penghormatan terhadap kehidupan. Mereka mengklaim telah mengevakuasi sekitar 600 keledai sejak Oktober 2023 melalui inisiatif bertajuk Donkey Flying Project.

Namun laporan dari penyiar publik ‘Israel’, Kan, mengungkap dugaan bahwa evakuasi ini dilakukan dengan keterlibatan militer ‘Israel’ yang mencuri ratusan keledai dari Gaza. Hewan-hewan tersebut, yang selama ini digunakan warga Gaza sebagai transportasi alternatif karena kerusakan infrastruktur akibat perang, dilaporkan dibawa ke wilayah ‘Israel’ dan kemudian dikirim ke Eropa dengan dalih untuk menghindari pemanfaatan mereka dalam upaya pembangunan kembali Gaza.

Tentara ‘Israel’ disebut membenarkan tindakan tersebut dengan alasan “menyelamatkan keledai dari kondisi penyakit dan penelantaran.” Namun para pengguna media sosial menuduh tindakan ini sebagai bentuk sabotase terhadap kelangsungan hidup masyarakat Gaza, mengingat keledai merupakan alat transportasi terakhir yang tersisa menyusul kelangkaan bahan bakar.

“Israel telah mencuri moda transportasi TERAKHIR warga Gaza, yaitu keledai,” tulis kreator konten Ryan Rozbiani di platform X. Ia menilai media ‘Israel’ sengaja mengabaikan konteks penderitaan rakyat Palestina dalam narasi “penyelamatan” hewan ini.

Penulis Palestina Mosab Abu Toha juga mengecam praktik tersebut, menyebutnya sebagai bagian dari strategi sistematis untuk menghancurkan sarana hidup masyarakat Gaza, sambil berpura-pura peduli pada hewan, padahal di saat yang sama, nyawa manusia terus melayang.

Di sisi lain, badan-badan kemanusiaan global terus memperingatkan bahwa kelaparan tengah menjalar dengan cepat di Jalur Gaza. Juru bicara UNICEF, James Elder, menyampaikan bahwa kekurangan makanan dan air kini menjadi kondisi darurat utama akibat konflik, bukan lagi dampak tak langsung. Hanya sekitar 40 persen fasilitas air yang masih berfungsi, dan pasokan bahan bakar yang semakin menipis dapat menyebabkan keruntuhan total dalam waktu dekat.

Dalam situasi ini, keledai sangat penting bagi mobilitas warga menggantikan kendaraan bermotor. Namun, mereka pun kini mengalami kekurangan pakan dan risiko kelaparan, memperparah kondisi yang sudah sangat genting di lapangan.