Lebak – Kawasan hutan jati
di Blok Sawidak, Petak 48, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, kini dalam kondisi
mengenaskan. Sedikitnya 65 hektar tanaman jati yang baru ditanam pada 2024
dengan pola jarak 5x5 meter hancur digerus aktivitas tambang batubara ilegal.
Dari penelusuran lapangan, praktik tambang itu
diduga berjalan mulus lantaran adanya pembiaran, bahkan indikasi kolusi, antara
pengusaha tambang dengan aparat internal Perhutani. Oknum pejabat di lingkup
BKPH (Asper) dan KRPH dituding terlibat atau tidak berdaya menghadapi operasi
tambang yang dikendalikan pengusaha berinisial HI melalui perantaranya, HA.
Sejumlah sumber menyebut, aktor tambang ilegal
tersebut telah lama dikenal punya pengaruh kuat di wilayah Bayah. Alhasil,
kawasan yang seharusnya difungsikan sebagai hutan produksi berubah menjadi
lokasi eksploitasi batubara.
“Tanaman jati yang baru setahun ditanam sudah
habis tak bersisa. Ada pembiaran dari pihak yang mestinya menjaga hutan. Diduga
ada kongkalikong dengan pengusaha tambang,” ujar seorang warga pada Jumat, 23
September 2025.
Padahal, aturan menegaskan BKPH memiliki
tanggung jawab melakukan pengawasan dan pembinaan, sedangkan KRPH di lapangan
bertugas menjaga kelestarian tanaman. Dugaan kompromi dengan mafia tambang
jelas bertentangan dengan amanat tersebut.
Ketua Ikatan Wartawan Quotient Indonesia (IWQI) Lebak, Agus Hidayat,
menegaskan pihaknya segera melayangkan surat resmi ke KPH Banten. Surat itu
menjadi dasar untuk menyusun laporan kepada aparat penegak hukum agar dugaan
keterlibatan oknum Perhutani diusut transparan.
Sementara Asper BKPH Bayah, Lukita, enggan
berkomentar saat dikonfirmasi mengenai kerusakan hutan akibat tambang ilegal.
Hingga berita ini dipublikasikan, Perhutani Banten belum memberikan tanggapan
resmi.
IWQI bersama warga mendesak aparat hukum
segera menindak praktik tambang ilegal sekaligus memulihkan kembali kawasan
hutan yang rusak.

Social Plugin